Legenda Reog Ponorogo

 (Tinjauan Manusia dan Pandangan Hidup)


    Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan.

    Berkaitan dengan pandangan hidup, Reog Ponorogo identik dengan kekuatan dunia hitam, dan kekerasan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

    Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang atau jathilan, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping.  Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

Tokoh-Tokoh yang berperan pada kesenian reog adalah:
  1.          Jathil
  2.           Warok
  3.           Barongan (Dadak merak)
  4.          Klono Sewandono
  5.        Bujang Ganong (Ganongan)

    Seorang pembarong, harus memiliki kekuatan ekstra. Dia harus mempunyai kekuatan rahang yang baik, untuk menahan dengan gigitannya beban “Dadak Merak” yakni sebentuk kepala harimau dihiasi ratusan helai bulu-bulu burung merak setinggi dua meter yang beratnya bisa mencapai 50-an kilogram selama masa pertunjukan. Konon kekuatan gaib sering dipakai pembarong untuk menambah kekuatan ekstra ini, salah satunya dengan cara memakai susuk, di leher pembarong. Untuk menjadi pembarong tidak cukup hanya dengan tubuh yang kuat. Seorang pembarong pun harus dilengkapi dengan sesuatu yang disebut kalangan pembarong dengan wahyu yang diyakini para pembarong sebagai sesuatu yang amat penting dalam hidup mereka. Tanpa diberkati wahyu, tarian yang ditampilkan seorang pembarong tidak akan tampak luwes dan enak untuk ditonton. Namun demikian persepsi misitis pembarong kini digeser dan lebih banyak dilakukan dengan pendekatan rasional.

    Kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak pun turun-temurun dipercaya guna mempertahankan kesaktian. Selain itu ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan biarpun dengan istri sendiri, bisa melunturkan seluruh kesaktian warok.  Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan merupakan ciri khas hubungan khusus antara warok dan gemblaknya. Praktik gemblakan di kalangan warok, diidentifikasi sebagai praktik homoseksual karena warok tak boleh mengumbar hawa nafsu kepada perempuan.


DAFTAR PUSTAKA:
https://id.wikipedia.org/wiki/Reog_(Ponorogo)
http://java.web.id/kesenian/kesenian-rakyat/30-reog-ponorogo.html


Comments

Popular posts from this blog

STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP)

Kode Etik, Profesi Insinyur

ETIKA BISNIS